1.1.6 Penolakan Perkawinan

PENOLAKAN PERKAWINAN OLEH PEGAWAI PENCATAT NIKAH

Tidak terpenuhinya beberapa syarat perkawinan menurut undang-undang sebagai alasan Pegawai Pencatat Nikah untuk menolak pelaksanaan perkawinan.

1. UU.No. 1/1974.

Pasal 20

Pegawai pencatat perkawinan tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 8,Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-undang ini meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.

Pasal 7

  1. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.

Pasal 8

           Perkawinan dilarang antara dua orang yang :

a.   berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas;

b.   berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

c.   berhubungan semenda, yaitu mertua,anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri;

d.   berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan;

e.   berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f.    mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Pasal 9

Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi, kecuali dalam hal yang tersebut pada Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 Undang-undang ini.

Pasal 10

Apabila suami dan isteri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan bercerai lagi untuk kedua kalinya, maka diantara mereka tidak boleh dilangsungkan perkawinan lagi,sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Pasal 12

Tatacara pelaksanaan perkawinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.

2. PP. No. 9 Tahun 1975

Pasal 6 

  1. Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-undang. 
  2. Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat (1) Pegawai Pencatat meneliti pula : 

           a.  Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu; 

           b. Keterangan mengenai nama, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat tinggal orang tua calon mempelai; 

         c.  Izin tertulis/izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat(2),(3),(4) dan (5) Undang-undang, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun; 

           d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-undang; dalam hal calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunya isteri; 

          e. Dispensasi Pengadilan/Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat (2) Undang-undang; 

         f. Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya atau lebih; 

      g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM/PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata ; 

        h. Surat kuasa otentik atau di bawah tangan yang disahkan oleh Pegawai Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan yang penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain. 

3.  Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 68

Pegawai Pencatat Nikah tidak diperbolehkan melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan pasal 7 ayat (1), pasal 8, pasal 9, pasal 10 atau pasal 12 Undang-undang No.1 Tahun 1974 meskipun tidak ada pencegahan perkawinan.

Pasal 69 ayat (1)

(1)   Apabila pencatat Nikah berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 maka ia akan menolak melangsungkan perkawinan.