Perubahan SEMA Nomor 07 Tahun 2012 mengenai derden verzet. Ketentuan mengenai perkara bantahan (derden verzet) sebagaimana tercantum dalam kesepakatan kamar perdata tanggal 14-16 Maret 2012 (SEMA Nomor 07 Tahun 2012) pada angka VII huruf b, diperbaiki sebagai berikut:
Perkara bantahan (derden verzet) atas sengketa tanah dapat diajukan dengan ketentuan sebagai berikut: Perkara bantahan (derden verzet) atas sengketa tanah dapat diajukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- Ditunjukan terhadap sah/tidaknya penetapan sita/ berita acara sita atau penetapan eksekusi atau penetapan lelang.
- Diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 195 ayat (6)[1] juncto Pasal 208 HIR[2] karena alasan “kepemilikan” (Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai dan Hak Gadai Tanah), tentang “kepemilikan” itu Majelis Hakim cukup mempertimbangkan dalam pertimbangan hukum, tidak dicantumkan dalam amar dikarenakan yang disengketakan bukan mengenai sah tidaknya “kepemilikan”.
- Diajukan oleh Pihak Ketiga, kecuali ditentukan lain oleh undang undang.
- Semua pihak dalam perkara asal/perkara yang dibantah harus ikut digugat dalam perkara bantahan.
- Terhadap penyitaanyang sudah dilaksanakan harus disertai dengan perintah pengangkatan sita apabila bantahan dikabulkan.
[SEMA No. 3 Tahun 2018 – II. Kamar Perdata Tahun 2018 angka 1 huruf b].
[1] Pasal 195 ayat (6):
(6) Perlawanan terhadap keputusan, juga dari orang lain yang menyatakan bahwa barang yang disita miliknya, dihadapkan serta diadili seperti segala perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya terjadi penjalanan keputusan itu.
[2] Pasal 208:
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua atau jaksa yang diberi kuasa karena jahatannya mengeluarkan perintah untuk menyita jumlah barang-barang bergerak dan, jika jumlahnya diperkirakan tidak akan mencukupi, juga sejumlah barang-barang tetap milik pihak yang kalah sebanyak diperkirakan akan mencukupi untuk membayar jumlah uang sebagai pelaksanaan putusan, dengan batasan bahwa di daerah Bengkulu, sumatera Barat dan Tapanuli, hanya dapat dilakukan penyitaan atas harta (harta pusaka) jika tidak terdapat cukup kekayaan dari harta pencarian baik yang berupa barang bergerak maupun barang tetap. (Rv. 444; IR. 1971.)